USLUB BAHASA ARAB USLUB BAHASA ARAB Author
Title: BERSIKAP ADIL KEPADA PENGUASA DZALIM
Author: USLUB BAHASA ARAB
Rating 5 of 5 Des:
BERSIKAP ADIL KEPADA PENGUASA DZALIM Oleh: Ustdz Abdurrahman Toyyib, Lc Islam adalah din yang sempurna mencakup berbagai bidan...
BERSIKAP ADIL KEPADA PENGUASA DZALIM

Oleh: Ustdz Abdurrahman Toyyib, Lc


Islam adalah din yang sempurna mencakup berbagai bidang kehidupan dunia. Islam bukan hanya mengajarkan kepada kita bagaimana sholat, puasa, zakat, jual beli, tapi Islam juga mengajarkan bagaimana kita bersikap kepada penguasa kaum muslimin baik yang adil maupun yang dzalim, baik yang berhukum dengan hukum Allah atau yang berhukum dengan undang-undang buatan manusia. Salah dalam menerapkan sikap kepada penguasa dapat mengakibatkan kerusakan, pemberontakan, pertumpahan darah, dan akibat buruk lainnya. Allah ta'ala telah memerintahkan kita untuk taat kepada pemimpin kaum muslimin selama dalam kebaikan lewat firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri [1] di antara kamu." (QS.An-Nisa' : 59)
                             
Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

وَمَن يُطع الأمير فقد أطاعني ومن يعص الأمير فقد عصاني

"Barangsiapa yang mentaati pemimpin maka dia telah mentaatiku dan barangsiapa yang memaksiati pemimpin maka dia telah memaksiatiku."  (HR.Muslim)

Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat serta para ulama salaf ahlussunnah wal jama'ah telah menjelaskan dengan terang benderang bagaimana kita bermuamalah dengan para penguasa yang dzalim yang tidak berhukum dengan selain hukum Allah. Berikut ini sebagian dari wasiat Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dan para ulama salaf, semoga bisa menyinari mereka yang tengah berada di kegelapan pemikiran Khawarij dan ahli bid'ah.

**Wasiat Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam untuk bersikap adil kepada penguasa dzalim

1. Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyeru kami untuk membaiat beliau, diantara isi baiat tersebut adalah kami (diwajibkan) untuk selalu mendengar dan taat (kepada pemimpin kaum muslimin) dalam keadaan susah maupun senang, dalam keadaan suka dan duka, dan agar kami mendahulukan hak mereka serta tidak memberontak kepada mereka. Beliau bersabda: Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti yang jelas dari Allah tentangnya." [2]

2. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata: Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak dia sukai dari pemimpinnya maka hendaklah dia bersabar atasnya, karena tidaklah ada yang keluar dari jamaah kaum muslimin sejengkal saja lalu dia mati melainkan mati dalam keadaan jahiliyah." [3]

3. Dari 'Auf bin Malik radhiyallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Ketahuilah bahwa kalau seseorang melihat sang penguasanya berbuat maksiat maka hendaklah dia membenci kemaksiatannya dan tidak boleh untuk dia memberontak kepadanya." [4]

4. Dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Akan muncul sepeninggalku nanti para pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak menelusuri jejakku dan akan muncul pula diantara kalian orang-orang yang berhati setan dalam tubuh manusia. Aku berkata:

"Apa yang harus saya perbuat jika saya menemui hal tersebut?" Beliau menjawab: "Engkau wajib mendengar dan taat kepada pemimpin meskipun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu, dengar dan taatilah." [5]

5. Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Akan muncul ditengah umat ini sepeninggalku nanti para umara'/pemimpin yang kalian mengetahui dan akan mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkari maka telah gugur kewajibannya dan barangsiapa yang membenci (kemaksiatan tersebut) maka dia telah selamat. Tapi barangsiapa yang ridha dan mengikuti (kemaksiatan maka dia berdosa). Para sahabat bertanya: Apakah boleh kita memeranginya dengan senjata? Beliau menjawab: Tidak, selama mereka mendirikan shalat diantara kalian." [6]

**Wasiat ulama salaf untuk bersikap adil kepada penguasa dzalim

1. Dari Suwaid bin Ghaflah dia berkata: Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu pernah berkata kepadaku: Wahai Abu Umayyah, sesungguhnya aku tidak tahu apakah aku masih bisa bertemu denganmu tahun yang akan datang. Jika engkau dipimpin oleh seorang budak Ethiopia yang keriting rambutnya maka dengar dan taatilah dia. Jika dia memukulmu maka bersabarlah dan jika dia membakarmu maka bersabarlah dan apabila dia ingin mengurangi agamamu maka katakanlah: Aku mendengar dan taat dan darahku demi agamaku dan janganlah engkau keluar dari jamaah kaum muslimin." [7]

2. Dari Nafi', dia berkata: Ketika manusia memberontak kepada Yazid bin Mu'awiyah, Abdullah bin Umar mengumpulkan keluarganya lalu beliau bertasyahud seraya berkata: Amma ba'du, Sesungguhnya kita telah membaiat Yazid karena Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: orang yang berbuat curang akan ditancapkan benderanya pada hari kiamat kelak dan akan diumumkan: inilah perbuatan curang si fulan. Sesungguhnya kecurangan yang paling besar setelah syirik kepada Allah adalah seseorang yang telah membaiat sang pemimpin karena Allah dan Rasul-Nya lalu dia membatalkan baiatnya tersebut. Maka janganlah kalian memberontak kepada Yazid dan janganlah kalian berlebih-lebihan dalam masalah apapun." [8]

3. Berkata Hasan Al-Bashri rahimahullahu: "Mereka para penguasa meskipun (berbuat dzalim), Akan tetapi kebenaran mewajibkan kita untuk mentaati mereka dan kita dilarang untuk memberontak terhadap mereka. Kita hanya diperintahkan untuk menolak keburukan mereka dengan berdoa dan bertobat. Barangsiapa yang menginginkan kebaikan maka dia akan melaksanakan hal ini dan tidak akan menyelisihinya". [9] Beliau juga berkata: "Demi Allah seandainya manusia mau bersabar apabila diuji dengan pemimpin (yang dzalim) maka tidaklah ujian itu akan berkepanjangan. Akan tetapi banyak orang yang lebih senang untuk memberontak maka Allah pun menyerahkan mereka kepada pedang-pedang mereka. Demi Allah mereka tidak bisa mendatangkan suatu hari yang lebih baik dari sebelumnya." [10]

4. Hambal rahimahullahu pernah berkata: "Para fuqaha' Baghdad berkumpul pada zaman Khalifah Al-Watsiq kepada Abu Abdillah (Ahmad bin Hambal) dan mereka berkata kepada beliau: Sesungguhnya ucapan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk telah menyebar dan membesar. Dan kita tidak rela dengan kekuasaan dan kepemimpinannya. Imam Ahmad pun kemudian menasehati mereka seraya berkata: Yang wajib bagi kalian adalah mengingkari dengan hati-hati kalian dan janganlah kalian memberontak serta memecah belah barisan kaum muslimin. Jangan kalian menumpahkan darah kalian dan darah kaum muslimin. Lihatlah akibat semua yang akan kalian lakukan dan bersabarlah hingga orang yang baik menjadi tentram dan yang fajir dihilangkan. Beliau juga berkata: Melakukan pemberontakan bukanlah suatu hal yang benar bahkan hal itu menyelisihi atsar". [11] Imam Ahmad juga berkata: "Wajib untuk kita mendengar dan taat kepada para penguasa kaum muslimin yang baik maupun yang dzalim…Berjihad bersama para penguasa yang baik maupun yang dzalim sampai hari kiamat…Barangsiapa yang memberontak penguasa kaum muslimin, yang manusia bersatu di bawah benderanya dan menyetujui akan kekhalifahannya baik dengan ridha maupun penaklukan maka orang khowarij ini telah memecah belah persatuan kaum muslimin dan telah menyelisihi atsar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika orang khawarij/pemberontak ini mati maka dia mati dalam keadaan jahiliyah. Diharamkan bagi siapapun juga memberontak dan memerangi penguasa. Barangsiapa yang melakukan pemberontakan maka dia adalah seorang mubtadi'/ahli bid'ah bukan diatas sunnah." [12]

5. Muhammad bin Husein Al-Ajurri rahimahullahu berkata: "Aku telah menyebutkan peringatan atas kelompok Khawarij yang sudah cukup sebagai pelajaran bagi orang yang dilindungi oleh Allah dari (bahaya) mereka dan dia tidak berpendapat dengan pendapat mereka, dia bersabar terhadap kedzaliman dan kecurangan para penguasa, tidak memberontak terhadapnya, dia memohon kepada Allah agar mengentas kedzaliman darinya dan dari kaum muslimin, dia mendoakan bagi para penguasa dengan kebaikan, berhaji bersama mereka dan berjihad bersama mereka melawan musuh dan diapun shalat jumat maupun ied dibelakang mereka. Jika para penguasa tersebut memerintahnya dalam ketaatan maka dia melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya dan jika dia tidak mampu melaksanakannya dia meminta maaf. Tapi apabila dia memerintah untuk berbuat maksiat maka diapun tidak mentaati mereka. Apabila terjadi fitnah diantara mereka diapun tinggal dirumahnya serta tidak ikut berkomentar maupun ikut andil didalamnya. Barangsiapa yang memiliki sifat-sifat seperti diatas maka dia berada diatas jalan yang lurus –insya Allah-". [13]

6. Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata: "Wahai Syu'aib (bin Harb), tidak bermanfaat apa yang engkau tulis hingga engkau berpendapat akan bolehnya sholat dibelakang penguasa yang baik maupun yang dzalim dan berjihad (bersama mereka) sampai hari kiamat serta bersabar dibawah kekuasaan pemimpin yang dzalim maupun yang baik." [14]

7. Imam Bukhari rahimahullahu berkata: "Tidak boleh melengserkan penguasa (kaum muslimin) karena sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tiga perkara yang hati seorang muslim tidak akan dengki: Mengikhlaskan amal karena Allah, mentaati penguasa dan tetap bersama jama'ah kaum muslimin…" [15] kemudian beliau menguatkan hal diatas dengan firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu."." [16]

8. Sahl bin Abdillah At-Tasturi rahimahullahu pernah ditanya: Kapan seseorang itu mengetahui dirinya telah berada diatas sunnah wal jamaah? Beliau menjawab (diantaranya): "Dia tidak meninggalkan shalat berjamaah dibelakang penguasa yang baik maupun dzalim." [17]

9. Ka'ab bin Ahbar rahimahullahu berkata: "Penguasa adalah naungan Allah di muka bumi ini, apabila dia melakukan ketaatan kepada Allah maka baginya pahala dan wajib bagi kalian semua untuk bersyukur (kepada Allah). Dan apabila dia berbuat maksiat kepada Allah maka baginya dosa dan wajib bagi kalian untuk bersabar. Janganlah kecintaan kalian kepadanya membuat kalian terjerumus kedalam kemaksiatan dan janganlah kebencian kalian kepada penguasa menyebabkan kalian memberontak terhadapnya." [18]

10. Imam Barbahari rahimahullahu berkata: "Ketahuilah bahwa kedzaliman penguasa tidak mengurangi kewajiban Allah yang telah diwajibkan lewat lisan Rasul-Nya. Kedzalimannya untuk dirinya sendiri, adapun ketaatanmu bersamanya pasti akan disempurnakan (pahalanya) –insya Allah ta'ala- yaitu shalat berjama'ah, shalat jum'at dan berjihad bersamanya. Setiap ketaatan maka bergabunglah bersamanya dan bagimu niatmu. Jika engkau melihat seseorang mendoakan penguasa dengan kejelekan, maka ketahuilah dia adalah pengekor hawa nafsu. Dan apabila engkau melihat seseorang mendoakan pemimpin dengan kebaikan maka ketahuilah dia adalah ahlu sunnah –insya Allah-.

Fudhail bin 'Iyadh rahimahullahu berkata: "Seandainya aku mempunyai doa yang mustajab pasti akan kuberikan kepada pemimpin". Lalu beliau pun ditanya: Wahai Abu Ali, jelaskan kepada kami ucapan anda ini, Beliau berkata: "Apabila doa tersebut aku gunakan sendiri maka manfaatnya untuk diriku saja, namun apabila aku berikan kepada pemimpin maka kebaikannya akan meliputi para hamba dan seluruh negeri". Kita diperintahkan untuk mendoakan mereka dengan kebaikan dan tidak diperintah untuk mendoakan mereka dengan kejelekan meskipun mereka itu berbuat dzalim dan curang, karena kedzaliman mereka untuk mereka sendiri tapi kebaikan mereka untuk diri mereka dan kaum muslimin." [19]
-----------------------------
[1] Imam Nawawi rahimahullahu berkata: "Yang dimaksud dengan ulil amri adalah yang diwajibkan oleh Allah ta'ala untuk mentaatinya dari kalangan para penguasa. Ini adalah pendapat jumhur salaf dan khalaf dari kalangan ahli tafsir, fuqaha' dan selain mereka. Tapi ada pula yang berpendapat mereka adalah para ulama atau para umara' dan para ulama'…". (Syarah Shahih muslim 12/427) Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: "Yang jelas –wallahu a'lam- bahwa ulil amri itu mencakup para umara' dan ulama'". (Tafsir Ibnu Katsir 1/518) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: "Ulil amri adalah mereka yang memerintah manusia, dan hal ini mencakup para penguasa dan ahli ilmu. Setiap yang diikuti maka dia disebut ulil amri". (Majmu' Fatawa 28/170).

[2] HR.Muslim.
[3] HR.Muslim
[4] HR.Muslim
[5] HR.Muslim
[6] HR.Muslim
[7] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 12/544 dan As-Sunnah oleh Al-Khallal 111
[8] Al-Musnad 7/131-132 oleh Imam Ahmad.
[9] Adabu Hasan Al-Bashri hal.121 oleh Ibnul Jauzi.
[10] Asy-Syari’ah 1/158 oleh Al-Ajurri.
[11] Al-Adabusy Syar'iyah 1/137 oleh Ibnu Muflih
[12] Syarhu I'tiqad ahli sunnah wal jama'ah 1/180-181 oleh Al-Lalikai. Ucapan Imam Ahmad diatas juga diucapkan oleh Imam Ali Al-Madiini rahimahullahu dalam Syahu I'tiqad hal.188-189.

[13] Asy-Syariah 1/371.
[14] Syarhu I'tiqad ahli sunnah wal jama'ah 1/173 oleh Al-Lalikai.
[15] HR.Tirmidzi.
[16] Syarhu I'tiqad ahli sunnah 1/197.
[17] Idem 1/205
[18] An-Nasihah lirra-'i war ra'iyah oleh At-Tibrizi hal.65.

[19] Syarhus Sunnah 136.

About Author

Advertisement

Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

 
Top