TAWADHU’ KUNCI KEHARMONISAN HIDUP
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوْا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan hati sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berlaku zalim atas yang lain.”
(HR. Muslim no. 2588(
Setiap insan pasti ingin merasa tenang, tenteram,
dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat serta mendapatkan kemenangan di
akhirat kelak. Untuk menggapai hal itu, dibutuhkan adanya berbagai usaha. Di
antara usaha tersebut adalah hendaknya tiap individu bersifat tawadhu' atau
merendahkan diri. Dengan demikian insya Allah masyarakat akan bisa
menggapai kehidupan yang tenteram dan harmonis serta akan mendapat kemenangan
di akhirat. Lalu bagaimanakah sifat tawadhu' itu, apa saja keutamaannya dan
bagaimana dampak baiknya terhadap masyarakat?. Dalam makalah ini kami akan
mencoba menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Selamat membaca dan
mudah-mudahan bermanfaat.
Islam
Memerintahkan Umatnya Untuk tawadhu'
Islam adalah agama yang menghendaki adanya
persatuan, persaudaraan, dan sikap menghargai antar manusia. Maka dari itu
Islam mengajak umatnya kepada sifat-sifat terpuji dan melarang mereka dari sifat-sifat
tercela. Di antara sifat terpuji tersebut adalah sikap tawadhu' dan di antara
sifat tercela adalah sombong. Allah bercerita tentang nasihat Luqman kepada
anaknya, yang artinya: "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri". (QS. Luqman:18)
Allah juga berfirman (artinya): "Dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang
yang beriman." (QS. As-Syu'ara': 215)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوْا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan
kepadaku agar kalian merendahkan hati sehingga seseorang tidak menyombongkan
diri atas yang lain dan tidak berlaku zalim atas yang lain.” (HR. Muslim no. 2588(
Hakikat
Tawadhu'
Hakikat tawadhu’
adalah tunduk kepada kebenaran dan menerimanya dari siapa pun datangnya, baik
ketika ia suka ataupun duka. Merendahkan hati di hadapan sesamanya dan tidak
menganggap dirinya berada di atas orang lain dan tidak pula merasa bahwa orang
lain yang butuh kepadanya.
Fudhail bin
‘Iyadh, seorang ulama’ terkemuka ditanya tentang tawadhu’, maka beliau
menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya serta
menerimanya dari siapa pun yang mengucapkannya.” (Ibnul Qayyim, Madarijus
Salikin, Beirut: Darul Kutub al-Araby, jilid 2 hal. 314)
Tawadhu’
yang dilarang
Bersikap tawadhu’ bukan berarti menghinakan
diri di hadapan orang lain. Karena tawadhu’ adalah sikap yang tumbuh dari
keilmuan seseorang terhadap Allah, nama-namaNya, sifat-sifatNya serta dari rasa
pengagungan dan kecintaan kepada-Nya. Yang dengan hal itu seseorang bisa paham
akan dirinya dan kelemahan-kelemahannya hingga tumbuh sikap tawadhu’, yakni
ketundukan hati kepada Allah dan sikap lemah lembut serta kasih sayang terhadap
orang lain. Tidak menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain tapi menganggap
orang lain lebih utama darinya. Sikap ini hanya Allah berikan kepada
orang-orang yang ia cintai dan muliakan.
Adapun sikap rendah diri adalah pengorbanan
diri demi meraih kenikmatan syahwat belaka. Seperti ketawadhuan orang-orang
rendahan dalam mendapatkan kenikmatan dunia semata. Seperti tawadhu’nya orang
yang mengharapkan jatah duniawi dari orang lain. Hal semacam ini bukanlah tawadhu’
yang dicintai Allah. (Maushu'ah Nadhrotunna'im fi Makarimi Akhlak ar-Rasul al-Karim,
Darul Wasilah, jilid 4 hal. 1256)
Keutamaan-keutamaan
Tawadhu’
Sebagaimana sifat terpuji lainnya, tawadhu’
juga memiliki banyak keutamaan. Di antara keutamaannya adalah sebagai berikut:
1.
Tawadhu’ merupakan
ciri khusus orang beriman
Allah berfirman, yang artinya: "Hai orang-orang
yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela." (QS. Al-Maidah:
54)
Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir
berkata: "Inilah sifat-sifat orang beriman, yaitu dengan bersikap tawadhu’
kepada saudaranya seiman, dan bersikap keras kepada musuhnya, sebagaimana
firman Allah:
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka." (QS. Al-Fath: 29) (Ibnu
Katsir, Tafsir al-Qur an al-'Azhim, Riyadh: Maktabah Darus Salam, jilid
4 hal. 260)
2.
Orang yang
bersifat tawadhu’ akan diangkat derajatnya oleh Allah dan dicintai manusia
Sebagian orang tidak mau bersikap tawadhu'
karena beranggapan bahwa dengan bertawadhu’ akan menurunkan martabatnya di hadapan
manusia hingga menjadikannya dibenci dan dijauhi oleh manusia. Ini adalah
anggapan yang keliru atau mungkin anggapan seperti ini hanyalah alasan yang
digunakan oleh orang-orang sombong dalam membenarkan kesombongannya. Karena
sesungguhnya dengan bersikap tawadhu’, seseorang akan bertambah martabat dan
wibawanya. Nabi bersabda: "dan tidaklah seseorang bertawadhu’ karena
Allah melainkan Allah akan meninggikannya." (HR. Muslim no. 2588)
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang Allah
angkat derajatnya, pasti akan dicintai manusia. Karena Allah meninggikannya di
hati mereka. Seorang Arab pernah menasihati Anaknya:
أَلِنْ جَانِبَكَ لِقَوْمِكَ يُحِبُّوْكَ وَ تَوَاضَعْ لَهُمْ يَرْفَعُوْكَ...
Berlemah
lemah lembutlah kepada kaummu niscaya mereka akan mencintaimu, dan rendahkanlah
hati terhadap mereka niscaya mereka akan mengangkat derajatmu…" (Kitab
Adab, Silsilah al-Lughah al-Arabiyah, Universitas Muhammad Ibn Suud
al-Islamiyah, jilid 4 hal 33)
3.
Orang yang
tawadhu’ akan masuk surga.
Sikap tawadhu’ yang menumbuhkan akhlak-akhlak baik
terhadap Allah dan makhluk-Nya, akan menjauhkan pelakunya dari sikap sombong
dan angkuh yang menyebabkan seseorang terjatuh ke lembah neraka. Dengan
demikian seseorang akan bisa masuk ke dalam surga. Allah berfirman:
"Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang
tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi."
(QS. Al-Qashash: 83). Imam Qurthuby mengatakan: yang dimaksud dengan Negeri
akhirat pada ayat ini adalah surga. (Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, Darul
Kutub Al-Misriyah. jilid 6 hal 220.)
Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الجنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
Artinya:
"tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau
hanya sebutir atom" (HR. Muslim no. 91)
Pengaruh
Tawadhu’ Terhadap Keharmonisan Hidup Bermasyarakat
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa
sikap tawadhu’ sangat berpengaruh terhadap keharmonisan hidup bermasyarakat.
Tidak hanya itu, ternyata tawadhu’ juga bisa menyebabkan seseorang meraih
kemenangan yakni masuk surga. Maka dari itu marilah kita berusaha untuk
bersikap tawadhu’ dan tidak sombong. Sehingga dengan demikian kita bisa
menggapai keharmonisan dalam hidup bermasyarakat dan bisa meraih surga-Nya. Amin
ya Rabbal 'Alamin.
Oleh: Slamet Nur Raharjo S.Pd.I
Posting Komentar